MAKASSAR, RAKYATSATU.COM – Kuasa hukum Drs. Andi Syarifuddin, Dr. H. Sulthani, SH., MH., mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan untuk melanjutkan proses penyelidikan dan penyidikan kasus dugaan pemalsuan akta jual beli tanah di Kabupaten Barru.
Menurut Sulthani, bukti permulaan dan minimal dua alat bukti sebagaimana diatur dalam KUHAP telah terpenuhi. Oleh karena itu, proses hukum yang telah berlangsung lebih dari dua tahun ini perlu segera ditindaklanjuti secara serius.
"Kami meminta Polda Sulsel untuk melanjutkan penyelidikan dan penyidikan kasus ini," ujar Sulthani, Selasa (15/4/2025).
Sebagai kuasa hukum dari pelapor, Andi Syarifuddin, Sulthani telah melayangkan surat resmi kepada Polda Sulsel tertanggal 14 April 2025, berisi permintaan kelanjutan penanganan kasus. Sebelumnya, Sulthani juga telah menyampaikan *Permohonan Keadilan dan Perlindungan Hukum* kepada Kapolri di Jakarta melalui surat bernomor 002/B/SUL&RKN/2025, tertanggal 23 Januari 2025.
Laporan awal atas kasus ini telah disampaikan sejak 3 Januari 2023 dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/10/I/2023/SPKT/POLDA SULAWESI SELATAN. Namun hingga kini, pihak pelapor belum mendapatkan kejelasan perkembangan penyelidikan.
Sulthani menjelaskan, pihaknya melaporkan dugaan pelanggaran Pasal 264 ayat (2), dan/atau Pasal 263 ayat (2) jo Pasal 266 ayat (2) KUHP, terkait penggunaan Akta Jual Beli (AJB) Nomor: 055/PPAT/WB/1989 tanggal 20 Februari 1989 yang diduga fiktif.

"Klien kami tidak pernah menjual tanah tersebut, tidak pernah bertemu dengan PPAT maupun pihak yang mengaku pembeli. Bahkan tanda tangan pada AJB itu jelas bukan milik klien kami," ungkap Sulthani.
Tanah yang dimaksud adalah tanah empang bersertifikat Hak Milik Nomor: 166/Mangempang/1982 atas nama Andi Syarifuddin BA, tertanggal 22 Desember 1982. AJB tersebut digunakan untuk mendapatkan pembayaran pengadaan tanah dalam proyek pembangunan kawasan konsolidasi kereta api dan sempat menjadi alat bukti di Pengadilan Negeri Barru.
Lebih lanjut, Sulthani meminta agar kasus ini segera ditingkatkan ke tahap penyidikan dan pihak Polda menetapkan tersangka. Ia juga meminta digelarnya gelar perkara khusus untuk menilai kesesuaian proses hukum yang telah berjalan dengan ketentuan KUHAP.
Ia menegaskan pentingnya supervisi dan bahkan pergantian tim penyelidik dan penyidik apabila diperlukan demi memastikan penanganan perkara berjalan profesional dan transparan.
“Penegakan hukum harus berdasarkan KUHAP, bukan peraturan yang lebih rendah. Klien kami masih hidup, dan kesaksian serta bukti lainnya bisa dikonfirmasi langsung.
Bahkan salah satu saksi AJB telah mengakui kepada kami bahwa tidak ada pihak yang benar-benar menandatangani AJB itu. Ini bukti kuat bahwa AJB tersebut fiktif,” pungkasnya.
(Ikhlas/Amd).