Handphone Suci
Masih tentang keberagamaan digital. Mengaji atau membaca Qur'an mengalami proses digitalisasi secara masif. Dulu semua mengaji dengan mushaf Qur'an. Kita belajar mengaji dengan kitab Qur'an yang bertulisan besar, supaya lebih mudah membacanya.
Seiring dengan era komputerisasi, kitab Qur'an sudah masuk dalam program komputer. Pencarian ayat dan tafsirannya bagi pengkaji menjadi sangat mudah karena sudah terprogram secara khusus.
Muncullah masa yang saya sebut sebagai era disk, disket lalu flashdisk mulai menjamur. Ternyata Qur'an juga masuk ke dalam disk. Programnya bisa dipindahkan dan dibawa ke mana-mana dengan disk. Bila ingin mendengarkan qiraah dalam mobil, tinggal ditancapkan flashdisk pada layar kecil di dalam mobil.
Saya tidak tahu persis era apa lagi berikutnya. Saya langsung saja melompat membahas mengaji pada puncak era digital. Qur'an sudah tersaji menjadi aplikasi yang super lengkap yang bisa dimasukkan ke dalam hp atau tablet. Mengaji tidak lagi dengan membuka kitab Qur'an berupa mushaf itu, tetapi langsung dari Hp yang kita pegang tiap hari.
Jadi bagi yang menggenggam Hp di dalamnya sudah diisi oleh aplikasi Qur'an, artinya saat itu mereka memegang kitab suci. Dengan masuknya Qur'an di dalam Hp berdampak pada cara kita menyikapi benda yang paling sering dipegang dalam hidup kita, karena di dalamnya terdapat Qur'an.
Pertanyaannya, apakah Qur'an di Hp sama dengan Qur'an berupa kitab yang tercetak itu? Bisa panjang pembahasannya, tapi kita pendekkan saja, sependek pengetahuan saya. Kalau disamakan dengan cara kita menyikapi kitab suci, seharusnya kita menyebut Hp kita sebagai Hp suci.
Sebagai Hp suci yang di dalamnya ada Qur'an seharusnya tidak bercampur dengan aplikasi lain yang bisa mengotori keberadaan Qur'an. Karena sebagai Hp suci, maka Hp itu sejatinya disikapi sama dengan cara kita menyikapi kitab Qur'an; menempatkan di atas atau tidak tertindis oleh benda-benda lain. Jadi Hp suci ini harus terjungjung setiap saat saat, termasuk berada di kantong pakaian bagian atas, bukan di kantong samping apalagi kantong celana bagian belakang.
Saya juga menduga yang ada di pikiran anda bagaimana kalau masuk ke WC sementara membawa Hp suci? Jawaban saya adalah dengan bertanya balik, apa yang anda lakukan sekiranya membawa kitab suci saat mau memasuki WC?
Apakah ada sikap konsisten dalam memaknai kesucian kitab suci? Atau terbersik di pikiran kita bahwa Qur'an digital berbeda derajat kesuciannya dengan Qur'an yang ada di kitab? Jadi Qur'an yang sesungguhnya iti tertulis di mana? Kesucian Qur'an itu pada wujudnya atau pada yang dipersepsikan? Bingung kan? Saya juga bingung! Kita hentikan dulu di sini, karena saya mulai nyasar, tiba-tiba menjadi pengkaji filsafat bercampur tasawuf.
Oleh:
Hamdan Juhannis
Rektor UIN Alauddin