Iklan

Iklan

Menggali Kesejatian (3)

03 Maret 2025, 8:45 AM WIB Last Updated 2025-03-03T00:45:12Z


Rektor UIN Alauddin Hamdan Juhannis


Kimia Keberagamaan

Beberapa hari yang lalu saya mengkonsumsi etanol, alkohol murni atau orang kimia menyebutnya: alkohol absolut. Etanol yang saya konsumsi bahkan bercampur dengan metanol. Saya mengkonsumsinya tentu bukan dengan meminumnya tetapi melalui sajian ceramah seorang dokter spesialis, Jufri Latief, pada subuh hari, satu hari sebelum memasuki Ramadan.  


Menurut Pak Dokter, Etanol adalah alkohol yang dicampur pada minuman keras dan bisa menyebabkan mabuk. Lebih berbahaya lagi, kalau etanol dicampur dengan metanol. Sebenarnya sejak kecil sebelum sekolah saya sudah kenal metanol tapi istilah lainnya, spiritus, orang di kampung mengejanya "spertus".  


Jadi konsumsi saya maksud adalah konsumsi rohani bukan jasmani, yaitu pencerahan tentang daya rusak minuman yang mengandung alkohol bagi keberlangsungan kehidupan. Pak dokter menjelaskan bahwa mengkonsumsi alkohol berupa etanol itu memang mengandung ragam rasa, bisa sampai menimbulkan kecanduan, bahkan bila dicampur dengam metanol bisa merusak saraf mata dan menyebabkan kebutaan total. 


Dengan kecanduan pada minuman beralkohol itulah yang bisa merusak secara masif jaringan sel dalam tubuh. Salah satu yang disinggung Pak Dokter adalah menimbulkan pengkerutan hati. Padahal menurutnya, hati itulah di antara organ yang paling memiliki kemampuan meregenerasi diri. Seperempat saja hati yang masih berfungsi, bisa mengambil peran keseluruhan dari fungsi hati. 


Tapi dengan alkohol itu, bisa membuat hati mengalami pengkerutan yang berakibat pada sebuah penyakit sirosis atau kanker hati. Panjang penjelasannya Pak Dokter tentang efek dari hati yang mengkerut, tapi intinya adalah proses yang membawa orang pada gagal nafas. Saya ikut menggunakan istilah "gagal nafas" untuk menunjuk pada kematian, biar terkesan agak keren. Saya tidak melanjutkan pembahasan tentang hal yang berbau medis karena khawatir semakin banyak yang tidak akurat, istilah hadisnya: "dhaif,' atau istilah medsosnya: "hoaks".


Dokter Jufri ingin mengatakan bahwa ketika sebuah zat diharamkan oleh agama, itu artinya memiliki efek terhadap keberlangsungan kehidupan, ancaman terhadap nyawa dan tatanan sosial. Dokter Jufri mengemukakan tesis bahwa agama mengajarkan untuk menjauhi yang diharamkan, atau tindakan preventif itu adalah prilaku sehat dibanding mengobati. Jadi agama itu lebih mengedepankan preventif dari kuratif. 


Yang lebih menarik lagi dari ulasannya adalah beragama tidak harus sepenuhnya terpuaskan oleh logika beragama. Beliau mencontohkan, kalau sekiranya minuman keras itu dikonsumsi secara terkontrol dan tidak menyebabkan mabuk apa hilang posisi hukumnya sebagai haram? Menurutnya, kesejatian beragama ada pada kimiawi antara unsur logika beragama dan unsur kepatuhan, "sami'na wa atho'na". 


Sejujurnya saya tertarik pada ceramah-ceramah dokter Jufri. Setelah turun dari mimbar, saya bertanya kepada beliau kenapa tidak beralih profesi jadi penceramah. Beliau terdiam. Mungkin beliau masih memikirkan antrian pasiennya di rumah sakit. 


Saya juga tidak permasalahkan, karena kalau beliau lanjut jadi penceramah profesional, lahan saya sedikit banyaknya ikut tergerus. Aduh, berat memang! tantangan kesejatian diri saya adalah seringnya bercokol kepentingan pribadi padahal itu urusan umat.


Oleh:
Hamdan Juhannis
Rektor UIN Alauddin
Komentar

Tampilkan

  • Menggali Kesejatian (3)
  • 0

Terkini

Iklan