*Sudah Khatam Qur'annya?*
Ada program menarik dari Kementerian Agama, Khataman Qur'an serentak di seluruh Indonesia sebanyak 350 ribu khataman. Yang terlibat adalah seluruh unsur Kementerian Agama dan masyarakat umum, dari Aceh sampai Papua. Proses khataman dimulai pada tanggal 16 Ramadan, dan puncaknya pada malam 17 Ramadan.
Setahu saya khataman ini pertama kali dilakukan dengan jumlah sebanyak ini. Ini sudah pasti menjadi rekor tersendiri. Angka 350 ribu itu mengindikasikan banyaknya warga Kementerian Agama. Kampus kami sebagai bagian dari Kemenag mendapatkan jatah 3000 khataman yang diselesaikan tadi malam secara berkelompok oleh para mahasiswa, karyawan, dan dosen.
Mengapa khataman ini menjadi menarik diulas? Pertama, jumlahnya masif, proses pengarusutamaan membaca Qur'an. Karena ini arus, berpotensi untuk diduplikasi semua lembaga untuk melakukan kegiatan khataman. Cara ini bisa menjadi langkah strategis untuk mentradisikan menamatkan Qur'an.
Kedua, khatam itu artinya tamat, jadi bukan sekadar membacanya, tetapi menamatkannya. Jadi menamatkan Qur'an itu berarti membaca semua ayat-ayatnya. Menamatkan itu adalah proses mengakrabkan diri pada semua isi Qur'an, pengakraban terhadap lafalnya, tajwidnya, syairnya, dan tentunya pada kandungan maknanya. Tamat itu adalah jalan menuju pada penguasaan. Jadi menanmatkannya artinya ruang untuk mengkaji, memahami, dan mengamalkan isinya.
Ketiga, mengaji apalagi menamatkan Qur'an di bulan suci Ramadan adalah cara mendulang berkah dan pahala Ramadan. Khataman masif ini memiliki tujuan yang lebih besar, bukan sekadar pemenuhan kepentingan peribadatan individual, tetapi untuk dampak sosial yang lebih luas, pencarian berkah untuk bangsa secara luas. Khataman nasional ini dimaksudkan sebagai doa massal menuju kemakmuran bangsa.
Keempat, inisiasi khataman masif ini membawa dampak pada "predikat" bagi yang menamatkannya. Mungkin kita-kita yang sering mengaji jarang terlibat dalam proses penamatan Qur'an. Program khataman ini adalah proses memperlancar bacaan Qur'an kita. Seperti dipahami masih nanyak di kalangan umat Islam yang belum lancar membaca Qur'an. Bahkan program baca-tulis Qur'an itu masih sering diluncurkan di masyarakat karena masih banyak warga Muslim yang belum bisa mengaji.
Terakhir, kenapa khataman itu menjadi predikat sosial? Di kampung saya kalau ada pemuda mau melamar seorang gadis, pertanyaan pertama dari keluarga mempelai perempuan, apakah sudah tamat bacaan Qur'annya. Banyak jawaban yang muncul dari pertanyaan itu. Salah satunya, sudah tamat tapi tamat "tiang rumah", maksudnya asal tamat, secepat mengelilingi tiang rumah panggung. Jawaban lainnya adalah, sudah pernah tamat waktu kecil, tapi belum pernah mengulanginya.
Yang terakhir lebih tragis, saat penghulu meminta calon pengantin menunjuk sendiri bacaan yang dituntun oleh penghulu, lain yang dibaca lain, pula tulisan yang ditunjuk. Karenanya, wahai para pemuda yang mau masuk melamar gadis di kampung saya, rajin-rajinlah menamatkan Qur'an.
Oleh:
Hamdan Juhannis
Rektor UIN Alauddin