Kali ini Materinya Kosong
Dini hari ini saya nyatakan kosong materi tentang kesejatian, betul-betul kosong, "pass", istilah bagi yang suka main tebak-tebakan. Rasio saya gagal memilah materi yang tepat untuk saya tulis. Rasa saya juga tidak berhasil menunjukan sentuhannya tentang fenomena yang menarik.
Kebiasaan selama ini adalah menabung isu. Kalau tiba-tiba ada memberikan ide yang relevan dengan tema besar, saya langsung menulisnya sebanyak yang saya bisa dan saatnya saya lengkapi. Atau saya mendapatkan ide yang menarik bagi saya, saya langsung buat coretan pengingat.
Saya juga mencermati lalu lalang informasi di group medsos, termasuk respon dari teman-teman tentang tulisan saya sebagai sumber ide. Seperti biasanya selalu ada yang menurutku menarik untuk disimak.
Tapi subuh ini saya tidak memiliki rasa takjub untuk mengembangkannya. Lebih konkritnya, saya tidak memiliki kesanggupan untuk mengurainya menjadi deretan kalimat. Tiba-tiba saya tidak memiliki daya juang untuk membentangkannya menjadi urutan paragraf.
Yang saya rasa adalah ketumpulan dari seharusnya ketajaman menganalisa masalah yang tersaji. Yang ada dibenak adalah kebuntuan untuk menyajiakannya menjadi bungkusan kesatuan ide.
Yang melanda saya adalah kevakuman pikir yang tidak mampu berselancar di antara fenomena. Yang mendominasi saya adalah ketidakfokusan untuk melihat hal-hal menarik dari respon pembaca.
Yang menerpa saya adalah kebuntuan dari seharusnya kelancaran aliran ide yang dibutuhkan untuk terus mencoret. Yang menimpa saya adalah kekaburan dari seharusnya kejelasan gejala yang terpapar.
Itulah saya sebagai diri, sebagai person, atau sebagai manusia yang menjadi bagian dari orang kebanyakan, yang bukan hanya memiliki keterbatasan, tetapi kefakiran berpikir.
Itulah diri saya sebagai perwakilan dari semua diri yang dalam situasi tertentu menunjukkan ketidakberdayaan, berada di bawah dari titik nol, titik minus. Itulah diri dengan suasana yang kosong, nihil, nadir, absen, dan itu hanya secuil dari "ketiadaan" sebelum diri benar-benar "tiada".
Oleh:
Hamdan Juhannis
Rektor UIN Alauddin