RAKYATSATU.COM, MAROS - Sebanyak 80 desa di Kabupaten Maros berhasil menyerap 100 persen Alokasi Dana Desa (ADD) tahun anggaran 2024. Total dana yang terserap mencapai Rp76.810.865.100, sebuah pencapaian yang untuk pertama kalinya terjadi dalam sejarah kabupaten tersebut.
Bupati Maros, Chaidir Syam, menyebut keberhasilan ini merupakan hasil kerja keras pemerintah desa dan kabupaten dalam mengelola anggaran secara optimal. ADD yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Maros tahun 2024 itu mencakup 10 persen dari total Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH).
"Ini pertama kalinya ADD di Maros terserap penuh oleh pemerintah desa. Total Rp76,8 miliar dicairkan bertahap setiap bulan," ujar Chaidir pada Rabu (18/12/2024).
Dana tersebut digunakan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari gaji kepala desa dan perangkatnya, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Rukun Tetangga (RT), hingga pemuka agama seperti imam masjid dan pendeta. Selain itu, ADD juga mendukung operasional kantor desa dan berbagai program pembangunan.
Kepala Dinas Pemerintahan Desa (Pemdes), Idrus, menambahkan bahwa keberhasilan ini tidak terlepas dari komitmen kuat Bupati Maros untuk mendorong kemandirian desa. Proses pencairan ADD yang dipermudah dengan tetap mengedepankan pengawasan ketat juga menjadi faktor pendukung.
"Komitmen Bupati untuk mengembangkan desa sangat besar. Prosedur Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) dibuat lebih sederhana, sehingga desa lebih mudah mengakses dana tersebut tanpa mengurangi aspek pengawasan," jelas Idrus.
Ketua Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Maros, Wahyu Febry, mengapresiasi perhatian Pemkab Maros terhadap desa-desa di wilayahnya. Menurutnya, ADD yang terserap penuh sangat membantu pelaksanaan berbagai program desa yang sebelumnya terkendala anggaran.
"Atas nama pemerintah desa, kami sangat berterima kasih. Namun, kami juga berharap audit pekerjaan desa dilakukan setiap tahun agar serapan anggaran lebih akuntabel," ungkap Wahyu.
Ia menambahkan, audit tahunan diperlukan untuk menghindari temuan yang muncul akibat penundaan pemeriksaan, seperti yang terjadi selama ini, di mana Laporan Hasil Pekerjaan (LHP) baru diaudit dua hingga tiga tahun setelah pekerjaan selesai.
"Kami ingin LHP diperiksa setiap tahun agar tidak terjadi temuan di masa mendatang. Ini penting untuk menjaga akuntabilitas," pungkasnya. (Ikhlas/arul)