RAKYATSATU.COM, MAROS - Muetazim Mansyur ikut bertarung di Pilkada Maros 2024 sebagai calon wakil bupati mendampingi Chaidir Syam. Lantas, siapakah sosok Muetazim ini?
Sebelum mencalonkan diri sebagai calon wakil bupati Maros, Muetazim adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Tata Ruang, Perhubungan dan Pertanahan (PUTRPP).
Muetazim mengawali karier di Maros pada 1999 silam, di masa pemerintahan Andi Nadjamuddin Aminullah bersama Andi Paharuddin.
Ia menjadi honorer pada Dinas Tata Ruang Maros dan sopir Sekretaris Daerah (Sekda) selama kurang lebih 3 tahun.
Alumni Fakultas Teknik Industri, Universitas Muslim Indonesia itu mengaku tak pernah malu selama menjadi sopir. Meskipun ia seorang lulusan S1.
“Saya diajak Pak Sekda jadi sopir, mungkin dia kasihan lihat saya. Orang kaget kenapa lulusan S1 jadi sopir, saya bilang biar saja saya tidak malu yang penting saya tunjukkan,” bebernya.
Tak hanya sopir iya juga kerapkali mengantar kue ketika ada acara dan disuruh berbelanja ke pasar saat tinggal di rumah Sekda.
Anak pertama dari lima bersaudara itu awal mula merasakan sulitnya hidup saat ayahnya meninggal dunia. Saat itu ia masih berstatus sebagai mahasiswa.
“Sementara ibu saya yang pegawai golongan rendah juga harus menanggung biaya sekolah saudara saya yang lain,” tuturnya.
Anak dari pasangan Ahmad Mansyur dan Hartati itupun mencoba peruntungan ikut tes CPNS pada Dinas Tata Ruang Maros sekitar tahun 2001.
Ia pun terangkat di Dinas Tata Ruang sebagai staf biasa.
“Saya 9 tahun di Tata Ruang sebagai bendahara,” ujarnya.
Pada 2009, Muetazim pindah ke Dinas PU Maros, lalu diangkat sebagai bendahara selama 2 tahun.
Kemudian berlanjut ke Kasubag Program di masa kepemimpinan Hatta Rahman dan Harmil Mattotorang selama 5 tahun berjalan.
Pada tahun 2016 ia diangkat menjadi Kabid Bina Marga, kemudian menjadi Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum, Tata Ruang, Perhubungan dan Pertanahan (PUTRPP) sampai menjabat Plt Kadis di akhir periode pemerintahan Hatta Rahman dan Harmil Mattotorang.
“Akhir periode Haji Hatta, saya jadi sekretaris Dinas PUTRPP sampai Plt Kadis. Satu tahun periode Pak Chaidir saya ikut seleksi terangkat jadi Kadis PUTRPP,” ungkapnya.
Muetazim mengaku selama kurang lebih 25 tahun di Butta Salewangang, menjadi Kabid Bina Marga hngga Kepala Dinas PUTRPP Maros menjadi hal yang paling berkesan.
Pasalnya ia terlibat langsung sebagai pelaksana membangun jalan beton kurang lebih sepanjang 700 kilometer, selama masa pemerintahan Hatta Rahman dan Harmil Mattotorang.
Pembangunan jalan beton itu, kata dia, belum termasuk pembangunan di periode Chaidir Syam-Suhartina Bohari.
“Pembangunan berkesan selama saya jadi kabid Bina Marga di masa pemerintahan Haji Hatta. Kebetulan ada program beliau membangun jalan beton 100 km per tahun saya termasuk di dalamnya,” bebernya.
Selama 6 tahun itu kata Muetazim, iya banyak belajar dan mendapat bimbingan langsung dari Hatta Rahman sebagai atasan.
Sehingga saat memasuki periode Chaidir Syam-Suhartina Bohari, Muetazim sisa melanjutkan apa yang perlu dituntaskan, memelihara, dan membangun jalan baru yang dibutuhkan.
“Itu kepuasan saya, dan alhamdulillah Maros kemarin dapat juara 2 tingkat nasional di lomba hari jalan Kementerian, dapat dua ekskavator,” ungkapnya.
Selama 25 tahun mengabdi sebagai seorang birokrat bukanlah waktu yang singkat bagi seorang Muetazim.
Seluruh tenaga dan pikirannya ia curahkan untuk ikut serta membangun infrastruktur sebagai urat nadi yang menopang berbagai sektor kebutuhan masyarakat Maros.
Kendati dulunya menempati jabatan strategis sebagai Kepala Dinas PUTRPP Maros, tidak membuat perilaku pria kelahiran Makassar yang kini berusia 49 tahun ini berubah.
Iya tetap saja tampil sederhana, berdedikasi tinggi, dan berperilaku jujur. Muda bergaul dan sangat hambel pada setiap orang yang berkomunikasi dengannya.
Bahkan untuk urusan tempat tinggal bisa dikata jauh dari kata kemewahan.
Saat ini Muetazim bersama istrinya Sukma, masih saja menempati rumah sederhana berlantai satu berukuran 6 x 12 meter di Perumahan Mutiara Mandai Indah, Kabupaten Maros.
Ada satu kebanggaan yang dia sampaikan, bahwa saat ini ia merasa bersyukur meski dengan rumah sederhana, tapi telah berhasil membangun masjid dekat rumahnya.
“Saya ketua RT di sini dan alhamdulilah ada tommi masjidku. Dulu saya sama warga di sini minta izin sama pemilik perumahan untuk bangun masjid, kemudian dibantu sama teman-teman juga,” ungkapnya.
Bagi Muetazim Mansyur, maju sebagai calon wakil bupati mendampingi Chaidir Syam di pilkada maros, bukan lah hal yang pernah terpikirkan.
Iya bahkan mengaku kaget dan menganggap menjadi wakil sebagai candaan saat diminta oleh Chaidir Syam untuk mendampinginya.
Saat itu, sepulang ibadah umrah Muetazim juga tidak tahu menahu perihal status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) yang menimpa Suhartina Bohari.
“Sabtu sore saya ditelepon Pak Bupati. Dia bilang Kak kita mo jadi wakilku deh, saya jawab sembarang kita bilang itu pak bupati, sudahmi deh,” ucapnya saat menirukan pembicaraan akrabnya.
Setelah memastikan permintaan Chaidir yang serius meminta dirinya untuk maju mendampingi sebagai calon wakil bupati di pilkada tahun ini.
Muetazim pun meminta restu pada keluarga, dan meminta saran pada orang-orang terdekatnya.
Dirinya bahkan sempat diminta untuk mempertimbangkan masa kariernya yang masih panjang.
“Saya berpikir kalau jadi wakil, kalaupun dikasih rezeki sama Tuhan. Umur saya 49 tahun, 5 tahun baru 54 tahun, masih ada 6 tahun baru selesai masa dinas. Saya berpikir biarkan saja mengalir, saya itu orang tidak pernah meminta jabatan,” katanya.
“Saya minta pendapat sama keluarga, sama om. Semua merespons positif. Artinya kau masih dihargai sama masyarakat Maros,” tambahnya.
Saat itu, ia juga mengaku merasa prihatin kondisi Kabupaten Maros, jika Chaidir Syam tidak mendapatkan seorang calon wakil maka pilkada tidak akan berlangsung.
“Masalahnya kalau tidak ada calon wakil yang deal itu hari. tidak ada pemilukada di Maros. Saya berpikir begini, kasian Pak Bupati ketua partai, bupati, partai pemenang di pemilukada di Maros lantas di Maros tidak ada ikut ber-pilkada. Terus itu hari sisa satu hari pengurusan B1-KWK” terangnya.
Muetazim Mansyur menyadari, isu putra daerah akan menjadi tantangan tersendiri saat ia resmi maju sebagai calon wakil bupati.
Kendati demikian, ia menyadari dirinya bukanlah siapa-siapa di Maros ini. Tetapi pengabdiannya yang telah diberikan selama menjadi birokrat khususnya pembangunan infrastruktur bukanlah hal kecil yang saat ini dinikmati oleh masyarakat Maros.
“Okelah saya memang tidak dilahirkan di tanah Maros. Tapi saya punya keringat, pikiran sudah saya berikan untuk maros. Apalagi 25 tahun itu bukan waktu yang singkat untuk berbakti,” Terangnya.
Pada pelaksanaan pilkada 2024 di maros ini, dipastikan Calon Bupati Chaidir Syam dan Calon Wakil Bupati Muetazim Mansyur, akan berhadapan dengan kotak kosong.
Muetazim berjanji jika berhasil memenangkan pertarungan dan mendapat amanah dari masyarakat Maros. Dirinya akan bekerja semaksimal mungkin berdasarkan visi misi yang ada.
“Kita kan bekerja, patronnya berdasarkan visi misi Pak bupati. Tidak boleh keluar dari situ, tetap membantu Pak bupati menjalankan visi misi, memberikan yang terbaik untuk masyarakat Maros,” tegasnya.
Selain dikenal sebagai seorang Birokrat di pemerintahan, Muetazim Mansyur juga pernah berproses di organisasi di masa Kemahasiswaan.
Ia bahkan pernah bergabung sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Islam, di Fakultas Teknik Industri UMI. Kendati demikian iya tidak pernah menjadi pengurus aktif.
“Saya ikut-ikut di HMI, Cuma ikut LK 1 tapi tidak pernah jadi pengurus,” katanya.
Selain itu, ketua Rukun Tetangga (RT) Ini juga telah menjabat tiga periode sebagai bendahara Angkatan Muda Pembangunan Indonesia (AMPI) Maros.
“Sudah tiga periode bendahara AMPI dari tahun 2012 sampai sekarang, sekretaris yang terus berganti,” ucapnya.
Kemudian dia juga aktif di Kwartir Cabang Pramuka (Kwarcab) Kabupaten Maros, yang saat ini dipimpin oleh Suhartina Bohari.
Selain itu, Muetazim juga tercatat sebagai anggota Komite Eksekutif PSSI Maros.
Kenapa Dipanggil Opu ?
Muetazim Mansyur tidak memungkiri alasan dirinya dipanggil Opu, karena identitas yang melekat pada dirinya sebagai orang Luwu.
Meskipun ia beranggapan, bahwa setiap orang bebas menafsirkan.
“Karena saya orang Luwu atau Orang PU itu tergantung orang, tidak masalah,” katanya.
Iya juga tidak menyanggah garis kebangsawanan yang dimilikinya, namun hal itu kerap kali disembunyikan.
“Saya itu paling malas menonjolkan itu, saya punya nama Andi di ijazah sebenarnya, di akta kelahiran tapi saya tidak mau menampakkan itu. Jadi saya itu memang tidak pernah menonjolkan itu saya punya Andi,” pungkasnya. (Ikhlas/Arul).