Ketua Komisi I DPRD Buton Tengah, Laode Alim Alam. Foto : Muhammad |
RAKYATSATU.COM, BUTON TENGAH - Warga di Desa Waara dan Desa One Waara di Kecamatan Lakudo, Buton Tengah (Buteng), Sulawesi Tenggara (Sultra) kini sedang terlibat polemik soal lahan. Dua desa itu sama-sama saling klaim sebagai pemilik sah pasar desa. Saking seriusnya perebutan lahan pasar, mereka bahkan sampai ke DPRD untuk mengadukan masalah ini agar mendapatkan solusi.
Awal November lalu, tepatnya 6 November lalu, urusan ini dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Buton Tengah lewat sebuah rapat dengar pendapat. Pertemuan yang dipimpin Ketua Komisi 1, La Ode Alim Alam tersebut juga menghadirkan pihak pemerintah daerah yang diwakili Asisten I, Ahmad Sabiq, juga ada Kepala bagian (Kabag) hukum, Camat Lakudo, tokoh adat dan tokoh masyarakat kedua belah pihak.
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Buteng La Ode Alim Alam mengatakan penyebab polemik ini muncul, diakibatkan Desa Waara dan Desa One Waara sama-sama mengklaim area pasar desa yang selama ini berjalan masuk di wilayahnya masing-masing, dengan bebagai alas hak atau bukti yang menguatkan.
Suasana Rapat RDP dua Desa Bersaudara Waara dan One Waara. Foto. Muhammad |
Melihat polemik tersebut, politisi Partai NasDem ini bilang, pihaknya mengambil kesimpulan bahwa polemik tapal batas yang mereka permasalahkan saat ini, akan dikembalikan sesuai aturan yang sesungguhnya yakni Peraturan daerah (Perda) nomor 9 Tahun 2006, tentang pemekaran desa One Waara, walaupun ada kesepakatan-kesepakatan yang diambil oleh pihak tokoh adat sebelum-sebelumnya.
Olehnya itu, pihaknya berharap kepada semua masyarakat, agar tidak mempersoalkan perkara yang telah jelas dasar hukumnya, agar tidak ada kesenjangan dan polemik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
“Janganlah mempersoalkan hal-hal yang sudah jelas aturannya,”pungkasnya.
Sementara itu Wakil Ketua DPRD Buton Tengah, Adam, S.Ag yang juga deklarator pemekaran dua desa tersebut berharap agar persoalan polemik tapal batas antara Desa Waara dan Desa One Waara akhirnya dapat menuai titik terang.
Sebenarnya secara pribadi saya sedih, tapi saya
berharap keluarga didua desa bertetangga ini agar tidak lagi memperpanjang
polemik, melainkan duduk bersama demi kebaikan dua daerah tersebut apalagi
bersaudara” Kata Adam.
Salah satu anggota DPRD Buton
Tengah, Nurman mengatakan persoalan tapal batas sudah tuntas. Artinya
kesepakatan sudah disepakati kedua desa, mungkin diruangan ini juga secara
pribadi sudah tuntas 2017. Entah seperti apa prosedur atau tidak dalam proses
pelaksanaanya .
“Berdasarkan ini sebenarnya
sudah menjadi lembaran daerah atau lembaran negara. Tidak sederhada untuk
mengubah ini. Sebenarnya tidak ada masalah” Kata Nurman yang merupakan politisi Partai PBB ini.
Memang masa depan akan menjadi
persoalan tapi mestinya kedua desa harus membicarakan secara kekeluargaan
produk hukum yang telah diterbitkan lembaga negara, semua pihak
harusnya dapat patuh.
Sementara Kepala bagian Hukum (Kabag Hukum) Pemda Buton Tengah, Aminuhu
mengatakan Perda dua desa telah memiliki landasan hukum yang jelas mestinya tidak ada lagi riak di lapangan dan semua pihak harusnya
berlapang dada.
“Pemda melalui bagian hukum berharap tidak ada lagi riak dilapangan, soal
perda tersebut yang telah terbit akan
bisa dirubah melalui peraturan kepala daerah, dan rekomendasi DPRD Buton Tengah kembali” Kata Kabag Hukum yang juga pernah menjabat Bendahara KNPI Kota baubau ini (ADV).
Muhammad