RAKYATSATU.COM, JAKARTA – Dalam waktu dekat pemerintah berencana akan melakukan perubahan terhadap harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.
Mengenai hal itu, Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Andi Yuliani Paris meminta Pemerintah mengkaji terlebih dahulu kenaikan harga BBM bersubsidi, sebelum membuat pernyataan di media sosial yang mengundang perhatian masyarakat.
Dirinya menegaskan, bahwa isu kenaikan BBM Subsidi dapat memberatkan masyarakat. “Saya secara tegas menyatakan bahwa saya tidak setuju apabila Pertalite maupun Solar bersubsidi dinaikkan harganya,” tegasnya.
Dia juga mengatakan, saat ini masyarakat tengah berusaha memulihkan ekonominya pasca Oandemi Covid-19.
“Kenaikan BBM bersubsidi ini sangat memberatkan masyarakat yang tengah memulihkan ekonominya pasca Pandemi Covid-19,” sambungnya.
Menurut dia, harusnya Pemerintah melakukan pembatasan-pembatasan sehingga BBM bersubsidi tepat sasaran.
“Terlebih, tidak ada alasan menaikkan BBM bersubdisi dewasa ini, lantaran dana subsidi dan kompensasi sudah dialokasikan dengan asumsi harga ICP USD100 per barel,” terangnya.
Tidak hanya itu, lanjut dia, harga minyak dunia pertanggal 21 Agustus 2022 hanya mencapai USD90 per barel dengan rincian West Texas Intermediate (WTI) Crude sebesar USD 89.63 per barel dan Brent Crude sebesar USD 95,50 per barel.
“Anggaran untuk subsidi BBM ini telah mengakomodir harga minyak dunia yang justru menurun,” urainya.
“Kita sudah menyediakan dana subsidi untuk BBM yang telah mengakomodir fluktuasi harga minyak dunia. Untuk apa kita menyediakan dana subsidi ini jika pada akhirnya harga BBM untuk masyarakat kecil naik juga yang pada akhirnya merugikan masyarakat,” lanjutnya.
Kedati anggaran subsidi terhadap BBM ini sangat besar, angkanya mencapai Rp.300 Triliun. Angka itupun menurut Menteri Keuangan harus ditambah Rp.198 Trliun agar BBM bersudisidi ini tidak naik.
“Tetapi, sebenarnya ada banyak langkah bijak untuk mengatasi masalah ini, salah satunya melalui pembatasan,” kata AYP.
AYP melanjutkan bahwa selama ini memang BBM bersubsidi tidak tepat sasaran dan hanya memberatkan keuangan negara.
“Memang ide awal dari BBM bersubdisi adalah memberikan BBM murah dan mudah diakses kepada masyarakat kecil. Namun, kenyataan di lapangan, banyak pemilik mobil pribadi, bahkan mobil mewah yang masih menggunakan BBM bersubdisi sehingga perlu dibatasi,” ungkap AYP.
AYP pun berharap, ada penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang menyalahgunakan BBM bersubsidi.
“Pemerintah berkerjasama dengan Kepolisian juga harus menindak tegas oknum-oknum yang membeli Solar ataupun Pertalite bersubdisi dalam jumlah besar dan ugal-ugalan, lalu menjualnya kembali secara eceran dengan harga mahal,”
Tak hanya itu, AYP juga mendorong Pemerintah mengurangi pembiayaan sektor yang tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat.
“BBM bersubsidi sangat dibutuhkan oleh masyarakat kecil, sehingga harus menjadi prioritas Pemerintah. Jika permasalahannya adalah pembiayaan, maka Pemerintah harusnya mengurangi pembiayaan proyek besar yang kurang dirasakan manfaatnya dan dialihkan ke subsidi BBM yang tepat sasaran,” tutup AYP.
Dikutip dari Tempo.co, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjelaskan saat ini pihaknya tengah menghitung betul dampak ekonomi dari kenaikan harga BBM jenis pertalite. Wacana kenaikan ini mengemuka setelah Jokowi menyebut beban subsidi APBN untuk bahan bakar minyak sudah sangat besar, yakni mencapai Rp502 triliun.
“Semuanya saya suruh menghitung betul, hitung betul sebelum diputuskan,” ujar Jokowi di TMII, Jakarta Timur, Selasa, 23 Agustus 2022.
Jokowi menjelaskan, dampak dari kenaikan harga pertalite bakal mempengaruhi daya beli rakyat, menurunkan konsumsi rumah tangga, hingga berisiko menaikkan inflasi dan membuat pertumbuhan ekonomi menurun. Dengan dampaknya yang begitu luas terhadap hajat hidup orang banyak, Jokowi mengaku bakal sangat berhati-hati memutuskan kenaikan.
“Ini menyangkut hajat hidup orang banyak, jadi semuanya harus diputuskan dengan hati-hati, dikalkulasi dampaknya,” kata Jokowi. [Ikhlas/Sudirman]