RAKYATSATU.COM, BONE - Tak bisa menulis apa-apa. Buntu rasanya. Entah apa penyebabnya. Kali ini tak bisa merangkai kata. Apa lagi merangkai sebuah tulisan, seperti catatan pinggir yang selama ini nongol tiap pekan.
Namun kebuntuan tak boleh dibiarkan. Tak boleh menyesaki pikiran, yang pada akhirnya membuat rasa malas. Seperti yang sering kita liat, terkadang seseorang berucap, saya lagi buntu. Pikiran saya buntu. Saya tak menemukan jalan keluar.
Buntu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti: tertutup (tidak dapat terus tentang pintu, jalan, pipa, dsb); tertutup salah satu ujungnya (jalan, pipa, dsb); terhalang (oleh sekatan dsb); tersekat; tersuntuk (tentang akal, pikiran, dan sebagainya)
contoh: 'gang buntu menghadapi jalan buntu'.
***
Buntu. Kata ini tak berarti tak memiliki jalan keluar. Buntu, mendorong kita lebih kreatif. Lebih bersemangat untuk menemukan jalan keluar.
Menemui jalan buntu, mendorong kita untuk keluar dari jalan itu. Mendorong untuk mencari jalan lain agar bisa sampai pada tujuan.
Begitupun dalam sebuah masalah. Masalah yang tidak dapat dipecahkan atau diteruskan hingga selesai terkadang hadir. Namun masalah yang hadir tersebut, tentu memiliki jalan keluar asal kita berusaha.
Seperti beberapa cerita warung kopi beberapa hari lalu. Cerita tentang pertarungan sengit menahkodai Partai Golkar Provinsi Sulawesi Selatan, untuk menggantikan Nurdin Halid sebagai PLT Ketua.
Banyak penikmat kopi memberi analisa, bahwa hajatan twrsenut akan mengalami 'jalan buntu'.
Perangkat analisa yang cukup sederhana, sesederhana menyeduh kopi. Mengaduk kopi (yang memiliki warna hitam), tapi tak menyadari adanya gula sebagai pemanis.
Kopi yang memiliki rasa pahit akan memiliki rasa yang syahdu, mantap dan sensasional ketika bercampur gula. Dan itulah yang kita liat terpilihnya Taufan Pawe dalam Musda X DPD I partai Golkar Sulsel berahir dengan manis, tanpa mengalami jalan buntu.
***
Menemui jalan buntu tak harus berpikir buntu. Seperti WC buntu dirumah, tak dibiarkan begitu saja.
Ketika WC buntu, tentu memacu kita untuk mencari jalan keluar. Setidaknya menghubungi 'Ahli WC buntu', seperti lembaran iklan yang tertempel di tiang listrik atau diberbagai fasilitas umum.
Ketika WC Menjadi buntu, tentu tak menjadikan pikiran kita buntu pula. Setidaknya kita mencari jalan keluar seperti bagaimana kita keluar dari rasa mencekam di musim pandemic Covid 19.
Seperti anjuran para orang pintar, daripada kamu binggung dan terus tersesat dalam kebuntuan yang tak kompromi, maka dibutuhkan suasana lain untuk mendapatkan ide cemerlang.
Jalan buntu tak akan selamanya menjadi jalan buntu. Kita bisa keluar dari kebuntuan itu, asalkan kita mampu mengoptimalkan pikiran sehat. Dengan begitu, kita akan ditemui jalan keluar yang lebih bermutu dan mungkin diluar dugaan yang kita pikirkan.
Catatan pinggir, Bahtiar Parenrengi : Buntu
RAKYATSATU.COM, BONE - Tak bisa menulis apa-apa. Buntu rasanya. Entah apa penyebabnya. Kali ini tak bisa merangkai kata. Apa lagi merangkai sebuah tulisan, seperti catatan pinggir yang selama ini nongol tiap pekan.
Namun kebuntuan tak boleh dibiarkan. Tak boleh menyesaki pikiran, yang pada akhirnya membuat rasa malas. Seperti yang sering kita liat, terkadang seseorang berucap, saya lagi buntu. Pikiran saya buntu. Saya tak menemukan jalan keluar.
Buntu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti: tertutup (tidak dapat terus tentang pintu, jalan, pipa, dsb); tertutup salah satu ujungnya (jalan, pipa, dsb); terhalang (oleh sekatan dsb); tersekat; tersuntuk (tentang akal, pikiran, dan sebagainya)
contoh: 'gang buntu menghadapi jalan buntu'.
***
Buntu. Kata ini tak berarti tak memiliki jalan keluar. Buntu, mendorong kita lebih kreatif. Lebih bersemangat untuk menemukan jalan keluar.
Menemui jalan buntu, mendorong kita untuk keluar dari jalan itu. Mendorong untuk mencari jalan lain agar bisa sampai pada tujuan.
Begitupun dalam sebuah masalah. Masalah yang tidak dapat dipecahkan atau diteruskan hingga selesai terkadang hadir. Namun masalah yang hadir tersebut, tentu memiliki jalan keluar asal kita berusaha.
Seperti beberapa cerita warung kopi beberapa hari lalu. Cerita tentang pertarungan sengit menahkodai Partai Golkar Provinsi Sulawesi Selatan, untuk menggantikan Nurdin Halid sebagai PLT Ketua.
Banyak penikmat kopi memberi analisa, bahwa hajatan twrsenut akan mengalami 'jalan buntu'.
Perangkat analisa yang cukup sederhana, sesederhana menyeduh kopi. Mengaduk kopi (yang memiliki warna hitam), tapi tak menyadari adanya gula sebagai pemanis.
Kopi yang memiliki rasa pahit akan memiliki rasa yang syahdu, mantap dan sensasional ketika bercampur gula. Dan itulah yang kita liat terpilihnya Taufan Pawe dalam Musda X DPD I partai Golkar Sulsel berahir dengan manis, tanpa mengalami jalan buntu.
***
Menemui jalan buntu tak harus berpikir buntu. Seperti WC buntu dirumah, tak dibiarkan begitu saja.
Ketika WC buntu, tentu memacu kita untuk mencari jalan keluar. Setidaknya menghubungi 'Ahli WC buntu', seperti lembaran iklan yang tertempel di tiang listrik atau diberbagai fasilitas umum.
Ketika WC Menjadi buntu, tentu tak menjadikan pikiran kita buntu pula. Setidaknya kita mencari jalan keluar seperti bagaimana kita keluar dari rasa mencekam di musim pandemic Covid 19.
Seperti anjuran para orang pintar, daripada kamu binggung dan terus tersesat dalam kebuntuan yang tak kompromi, maka dibutuhkan suasana lain untuk mendapatkan ide cemerlang.
Jalan buntu tak akan selamanya menjadi jalan buntu. Kita bisa keluar dari kebuntuan itu, asalkan kita mampu mengoptimalkan pikiran sehat. Dengan begitu, kita akan ditemui jalan keluar yang lebih bermutu dan mungkin diluar dugaan yang kita pikirkan.